Kamis, 16 Juni 2011

Menghadirkan Islam Madani; Usaha Membangkitkan Kebersamaan

           Menghadirkan islam madani sering kita berfikir islam yang plural (majmuk), kalau berbicara tentang kemajemukan maka kita berbicara tentang realitas kehidupan alam semesta ,bukan Tuhan. Artinya, yang namanya realitas pada hakikatnya tunggal sebab semua bersumber dari tuhan Esa. Realitas sendiri terdiri atas beberapa prinsip: Pertama wujud pasti; kedua (al-‘aql al-awwal); ketiga di ruh, dan yang terakhir materi. Kemajemukan adalah realitas yang tak bisa di tolak, walaupun manusia menganggap bahwa kemajemukan merupakan suatu ancaman bagi eksistensinnya. Mereka sering berkata kemajemukan dapat menyebabkan konflik antara yang satu dengan yang lainnya.namun konflik sendiri merupakan sebagian dari realitas eksistensi manusia pula.kita jangan sampai terjebak sehingga mengatakan bahwa konflik selalu bernada buruk. Dalam konflik pastilah ada fungsi-fungsi positifnya. Oleh karena itu, konflik bisa di gunakan perubahan sosial. Misalnya, usaha-usaha menegakkan keadilan sosial bagi kaum perempuan lahir dari konflik yang sangat tajam untuk menuntut diadakannya emansipasi. Kita tahu di Inggris , misalnya, sebelum tahun 1889 seorang suami mempunyai hak untuk menjual istrinya.
          Adapun penafsiran Din dan Islam, di dalam  hadits Nabi telah di terangkan   yaitu ” Din adalah akal dan tidak ada Din bagi  orang-orang yang tak berakal”. Jadi kata Din disini adalah akal (hikmah), dari sini kita rumuskan satu kemestian berfikir. Sekuat apapun kita berfikir, akal kita akan bertemu keabsurdan. Sebab, di dalam al-qur’an mengatakan “ kehidupan dunia merupakan permainan dan senda gurau” (QS.al-An’am:32). Dan, hakikat permainan adalah dimengerti ketidakmengertiannya, disinilah kata Din dan islam, yang saya bahasakan proses berfikir untuk  tawadduk(tunduk) kepada sang pencipta .karna manusia di beri jabatan di muka bumi sebangai abdulloh dan kholifah fil ard. setelah melalui proses din (berfikir) yang cukup panjang singkat kata, penjelasan Din dan  Islam mengisyaratkan manusia untuk “adil dulu dalam berfikir, baru engkau bisa adil dalam bertindak”. Jadi din disini merupakan sisi-sisi kognitif, sedangkan islam merupakan sisi-sisi afektif. dengan kita mempunyai (din) pengetahuan yang luas (tawadduk kepada allah) kita sudah membentuk moral kita sendiri kepada sesama ciptaannya  dan  di sejajarkan dengan al-islam yang berarti arrohman arrokhim sehingga manusian tidak saling merusak dimuka bumi , karena allah sendiri tidak menyukai orang-orang yang merusak.



*  Malang, 17 Juni 2011

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites