Kamis, 25 April 2013

DUA JAM BERSAMA PAK POLISI


Oleh Abdur Rahim Idung

Saya ingin memulai tulisan ini dengan kehilangan dompet milik Kak Sabir (Khalikussabir,Red) tadi malam (Rabu, 24 April 2013) ketika perjalanan menuju acara tahlilah perdana wafatnya KH. Sumantry Zakariya, MA, salah satu dosen FAI UNISMA dan Imam Masjid Jami’ Kota Malang. Kehilangan tersebut membuat kami berdua (saya dan kak Sabir, Red.) kebingungan karena walaupun dompet itu tidak berisikan uang, tetap penuh dengan SIM A dan C, ATM BCA dan Mandiri, STNK dengan nomor polisi B-2003-BB, E-KTP dan beberapa lembar berkas kecil lainnya.
Pasalnya, dalam perjalanan pulang dan pergi dari acara tahlilan, kami ngobrol berdua beberapa issuyang sedang terjadi di Kota Malang. Perjalanan mulai dari rumah kontrakannya Kak Sabir di Jl. Sunan Kalijaga Dalam sampai dengan rumah almarhum KH. Sumantry Zakarya, MA. Bugitu juga pulang dengan rute yang sama.
Hari ini (kamis, 25 April 2013), kami berniat melaporkan berita kehilangan ke Kapolsek Lowokwaru Malang. Sekitar pukul 10.30 WIB kita berangkat dari Wisma Kalimetro. Dalam salah satu ruangan, kami menunggu pelayanan dari petugas yang berjadwal. Sekian lama kami menunggu, datang seorang petugas yang menyuguhkan rokok 234 (Dji Sam Soe) dan kopi hitam. Katanya dengan santai, “monggo di samba rokok dan kopinya cong”, sembari meninggalkan kami berdua dalam ruangan yang pengap walaupun berdekatan dengan jendela yang kecil.
Sesaat kemudian datang lagi seorang yang bertugas mencatat dan menyediakan surat keterangan kehilangan. Sembari menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dibuthkan untuk dituliskan dalam surat keterangan, seorang yang menyuguhkan rook dan kopi tadi mengajak ngobrol kami berdua.
Perbincangan dimulai dari perkenalan saya dan kak Sabir. Kemudia dilanjut dari Bapak Polisi yang tadi, (maaf, nama dan alamat saya rahasiakan). Setelah melakukan perkenalan dan bincang ringan, pak polisi kemudian menyinggung masalah tahlilan. Setelah ia meminta saya untuk mengajarkan ngaji dan bahasa arab, -setelah tahu kalau saya jurusan Bahasa dan Sastra Arab.
Menurutnya, tidak ada dasar bahwa tahlilah itu adalah sebuah kewajiban, selain untuk menjalin silaturrahim dan mendoakan seduluran (sesama manusia dan umat Islam).  Semua ibadah termasuk tahlilan, dilakukan harus dengan tiga dasar subtansial, yaitu niatan yang sungguh-sunggu, cara yang benar dan tujuan yang baik. Tidak ada kaitannya dengan Tuhan, yang ada adalah sebuah ejawantah sikap kemakhlukan yang “sangat” membutuhkan kepada Allah SWT. Termasuk silaturrahim dan mendoakan orang mati melalui (forum) tahlilan adalah sebuah pengakuan kita terhadap Allah SWT bahwa orang yang meninggal adalah makhluk yang baik, umat Islam. Kembalinya tetap kepada Allah SWTnya, tidak perlu merisaukan ungkapan dan “tuduhan” entitas lain terhadap apa yang kita lakukan.
Polisi yang mengaku tidak bisa mengaji dan belum pernah belajar agama tersebut menambahkan bahwa dalam hidup kemanusiaan ada yang disebut dengan tahapan hakikaat dan ma’rifat, sedangkan syari’at adalah salah satu cara menghubungkan makhluk (baca: manusia) dengan Allah SWT. “Sing penting tetap berjalan lurus menuju Allah SWT, karena itu adalah ajaran dalam Al-Qur’an. Coba adek cek di dalam surat al-Jin ayat 16, dan terus belajar sampai akhir hayat. Tak tergantung usia dan posisi jabatan,” tambahnya. Bahwa dalam ajaran Al-Qur’an, tujuan besarnya adalah Allah SWT melalui Al-Qur’an mengajarkan kepada manusia sebuah kecerdasan intelektual. Dengan kecerdasan intelektual tersebut, manusia diharapkan dapat melihat mana yang benar dan mana yang salah. Dengan kecerdasan itu pula, manusia bisa menentukan perilaku dengan kunci penilaian yang ada di dalam hati. Artinya, dengan kecerdasan hati bisa mengontrol semua perilaku yang akan dilakukan oleh manusia (khususnya, umat Islam).
Jadi, tidak akan ada istilahnya manusia menyalahkan makhluk lain Allah yang memang bertugas untuk menggoda manusia, dalam hal ini adalahg setan yang terkutuk (syaithonir rojim). Keterkutukan setan (ar-rojim) tidaklah menjadi masalah yang besar, seharusnya. Kalau boleh dibilang setan itu berjasa mungkin, karena dengan adanya setan yang terkutut maka ada kesempatan bagi manusia untuk mencapai kemenangan, “fauzan adzima” atau “yaumul falah”. Itulah scenario Tuhan terhadap manusia dengan diciptakannnya makhluk yang menjadi musuh abadinya, “’aduwwun mubin”.
Seketika saya teringat dengan status seorang guru saya, Dr. H. Sakban Rosidi, M.Si, mengatakan  bahwa “banyak orang bermoral tidak pintar. Banyak orang pintar tidak bernalar. Tetapi semoga semua orang bernalar akan bermoral dan pintar”. Berlanjut kemudia saya berfikir, -sembari tetap mendengarkan obrolan dengan Polisi-, asalkan manusia Indonesia mau bernalar dan nalarnya digunakan untuk melihat mana yang benar dan mana yang tidak benar, mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan, mana yang baik dan mana yang jelek, mana yang menjunjung tinggi aspek keadilan dan mana yang tidak, mana yang bertujuan untuk kesejahteraan dan yang tidak, serta mana yang indah dan mana yang jelek, maka Negara kita bahkan dunia akan “selesai”, sesuai dengan harapan.
Setelah sekitar dua jam kami gobrol (pukul 11.00-13.00 WIB) dan saya menghabiskan rokok Dji Sam Soe yang suguhkan kepada kami berdua, serta segelas kopi hitam, pak polisi mengakhiri dengan statemen “Gus, Kiai atau para Wali adalah sebagai media untuk melihat tingkah seorang junjungan orang Islam, Rosulullah SAW.  Tujuannya tetap kepada warisannya rosul yang 30 Juz (Al-Qur’an, Red) dan sunnaturrasul.”
“Untuk Mas Rohim,” imbuhnya, “jangan terlalu vocal di jalan, sekedarnya saja.” Kemudian saya tersentak kaget (dalam hati), ‘kok bisa tahu kalo saya (dulu) sering ikut aksi di jalan, padahal saya hanya menjelaskan tentang jurusan kuliah saya di UIN Mulana Malik Ibrahim Malang’. Semoga Allah memberkati kita semua dan mengembalikan dompet yang hilang. Wallahu a’lamu.

Sabtu, 16 Februari 2013

Para Kiai Bangsa

Para Pilar bangsa. kiai yang harus selalu diingat jasanya, al-fatihah.

Minggu, 06 Januari 2013

Ngaji pada Ki Agus Sunyoto, Mencari Tuhan Melalui Hati dan Akal

Oleh: Abdur Rahim iDung

Hujan diterjang. Segala cuaca tidak menjadi halangan. Santri-santri Pesantren Global asuhan Ki Agus Sunyoto selalu menyempatkan diri untuk “ngaji” pada hari yang sudah ditentukan, Selasa dan Jum’at. Pesantren yang bernamakan Tarbiyatul Arifin.
Kajian rutinan yang diadakan di Pesantren Global menjadi wahana intelektual dan refleksi kebangsan atas realitas ilmiah yang ada di alam sekitar manusia (Indonesia) bagi para santri pesantren yang notabene adalah beberapa mahasiswa dan masyarakat umum. Kajian yang dikenal dalam istilah komunitas menggunakan nalar “post-hegemoni”.
Metode yang digunakan dalam pengajian adalah metode “badongan” atau bandongan“ (tepatnya Neo-Badongan atau Neo-Bandongan). Yaitu sistem transfer keilmuan atau proses belajar mengajar yang ada di pesantren di mana guru (baca: kiai) membacakan dan menerangkan. Sedangkan santri atau murid mendengarkan, menyimak dan mencatat apa yang disampaikan oleh guru (kiai). Kelompok dari badongan neo-bandongan ini disebut halaqah yang artinya sekelompok murid yang belajar dibawah bimbingan seorang guru. Halaqoh yang diharapkan menjadi komunitas produktif dan peka terhadap ilmu pengetahuan dan realitas global.
Catatan saya (Jum’at, 02/01/2013) tentang subtansi do’a dan iman. Setelah lama saya tidak mengikuti pengajian. Ki Agus menyampaikan bahwa do’a adalah sebuah keniscayaan bagi seorang makhluk Tuhan. Karena dengan do’a-lah ia bisa lihat tingkat keimanannya. Banyak orang (beragama) Islam tapi sedikit orang Mukmin.
Salah satu contoh yang bisa dipetik dari sebuah ijazah (baca:kanuragan) yang digemari oleh orang-orang dahulu, jika betul-betul dikerjakan muaranya ada pada taqorrub ilallah, walaupun ada juga aliran yang tidak mengarah kesana. Rutinitas yang dilakukan oleh orang-orang yang mengamalkan dzikir tersebut membawa mereka pada keyakinan dan kekhusyu’an seorang hamba Tuhan. Sehingga, akibat dari keyakinan tersebut muncul dampak-dampak empiric yang kemudian bias dilihat, sebut saja “ngelmu tahan tebas” dan semacamnya. Itulah Islam, corak yang muncul dari ilmu dan keyakinan dapat menjadi “kesenian” yang bisa menyambungkan manusia dengan Tuhan.
Do’a itu adalah jantungnya ibadah. Addu’a wasillatul mukmin. Do’a juga sebagai senjatanya orang mukmin, bukan sekedar muslim. Di dalam do’a, sesuatu yang tidak masuk akal jadi masuk akal. Mengenai keyakinan, di zaman ini orang beragama namun tidak beriman. Ia tidak berdo’a karena keyakinannya lemah. Berdo’a harus dengan keyakinan (termasuk dalam semua agama-agama). Padahal erat kaitannya antara do’a dan yang diyakini. Kualitas rohani atau keimanan mempengaruhi dikabulkannya do’a. bahkan tidak harus dengan do’a-pun, tapi melalui keyakinan (menyebut dalam hati), tuhan mendengar. Keimanan itu yaqin, Haqqul yakin.
 Tentang mengingat Allah SWT. Apakah kita semua telah yakin adanya Allah? Kebanyakan kita belum yakin adanya Allah (Wujud). Setiap waktu luang kita manfaatkan untuk mengingat Allah.  aat itu pulalah sebenarnya kita juga berdoa. Saat itu kita berusaha “memeluk” yang memelihara dan mengarahkan hidup. Maka berdzikirlah sebanyak-banyaknya. Wallahu a’lamu.
Sekali lagi, Pesantren Global Tarbiyatul Arifin hadir dan selalu berusaha menjadi wadah pengembangan intelektual dan refleksi realitas kehidupan, orientasinya tetap, yaitu pada mempekuat posisi hablun minallah.

Rabu, 05 Desember 2012

MAHASISWA; Siapa, Ada Apa, dan Harus Bagaimana?


Oleh Abdur Rahim[1]

Kami mahasiswa-mahasiswi Indonesia  bersumpah, bertanah air satu, tanah air tanpa penindasan
Kami mahasiswa-mahasiswi Indonesia bersumpah, berbangsa satu, bangsa yang gandrung akan keadilan
Kami mahasiswa-mahasiswi Indonesia bersumpah, berbahasa satu bahasa kejujuran
(Naskah Sumpah Mahasiswa)
Prawacana
Diskursus tentang mahasiswa dan gerakannya sudah lama menjadi pokok bahasan dalam berbagai kesempatan pada hampir semua kalangan masyarakat. Dalam konteks kepeduliannya dalam merespon masalah-masalah sosial politik yang terjadi dan berkembang di tengah masyarakat. Bahkan, bisa dikatakan bahwa gerakan mahasiswa seakan tak pernah absen dalam menanggapi setiap upaya depolitisasi yang dilakukan penguasa. Terlebih lagi, ketika maraknya praktek-praktek ketidakadilan, ketimpangan, pembodohan, dan penindasan terhadap rakyat atas hak-hak yang dimiliki tengah terancam. Kehadiran (gerakan) mahasiswa sebagai perpanjangan aspirasi rakyat dalam situasi yang demikian itu memang sangat dibutuhkan sebagai upaya pemberdayaan kesadaran politik rakyat dan advokasi atas konflik-konflik yang terjadi pada penguasa.
Sudah 65 tahun kemerdekaan bangsa kita sejak proklamasi, pergantian pemimpin sudah berulangkali terjadi, namun apakah kemerdekaan yang hakiki sudah tercapai? Secara kasat mata kita masih banyak melihat sebagian rakyat kita masih dalam kondisi menjerit dalam kelaparan, kemiskinan, penderitaan berkepanjangan, kekurangan, itu semua bukan karena bencana alam atau mereka malas bekerja. Siapa kemudian yang bias memperjuangkan nasib mereka? Kemanakah para anak muda bangsa?
Mahasiswa; Siapa Dia?
Sebagai sebuah konsep, pengertian tentang mahasiswa masih sering menjadi perdebatan. Perdebatan itu timbul karena mahasiswa di dalam konsepsi dan realitas kenyataannya masih dipandang dari satu aspek saja dari sekian banyaknya kompleksitas pengertian dan realita kehidupan suatu golongan masyarakat.
Dalam definisi pemerintah, PP nomor 30 tahun 1990 dijelaskan bahwa “mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar pada perguruan tinggi tertentu”. Dalam perspektif lain, mahasiswa juga dapat dikatakan “sebuah komunitas unik yang berada di masyarakat, dengan kesempatan dan kelebihan yang dimilikinya”. Mahasiswa mampu berada sedikit di atas masyarakat. Mahasiswa juga belum tercekcoki oleh kepentingan-kepentingan suatu golongan, ormas, atau kelompok politik, dan lain sebagainya. Sehingga mahasiswa dapat dikatakan (seharusnya) memiliki idealisme. Idealisme adalah ruatu kebenaran yang diyakini murni dari pribadi seseorang dan tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal yang dapat menggeser makna kebenaran tersebut. Menurut Arief Budiman dalam bukunya yang berjudul “Mahasiswa Menggugat” mengatakan bahwa mahasiswa adalah agent of social change (agent perubahan sosial) dan director of change (pengarah perubahan) yang berpihak pada keadilan sosial serta menjunjung tinggi nilai-nilai moral.
Secara singkat dan sederhana, mahasiswa dapat di bagi menjadi dua, yaitu; Pertama, mahasiswa sebagai individu. Mahasiswa adalah individu yang sedang melakukan serangkaian kegiatan dalam rangka menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Tugas pokok mahasiswa adalah untuk mendapatkan keahlian/ketrampilan berdasarkan suatu/sejumlah ilmu tertentu. Kedua, Mahasiswa sebagai suatu kelompok. Kelompok mahasiswa adalah bagian dari unsur masyarakat sipil, yaitu suatu masyarakat yang melingkupi kehidupan sosial terorganisasi yang terbuka, sukarela, lahir secara mandiri, otonom dari negara dan terikat pada tatanan legal atau seperangkat nilai-nilai bersama. Karena itu ketika kita berbicara tentang mahasiswa maka sebenarnya yang kita bicarakan adalah tentang gerakan mahasiswa. Mahasiswa sebagai suatu gerakan adalah suatu kelompok masyarakat yang memiliki karakter kritis, independen, dan obyektif. Impelmentasi dari hal ini diwujudkan dalam karakter gerakannya. Gerakan mahasiswa biasanya dilakoni oleh organisasi-organisasi kemahasiswaan di tingkatan kampus maupun di luar kampus sebagai wujud dari peran mahasiswa ditengah masyarakat. Gerakan mahasiswa memiliki prinsip sebagai gerakan moral yaitu gerakan mahasiswa dibangun diatas nilai-nilai ketidakadilan atau kesewenang-wenangan kekuasaan. Sebagai gerakan moral, mahasiswa melakukan kontrol sosial terhadap pemerintah sebagai upaya artikulasi kepentingan masyarakat atau sebagai penyambung lidah rakyat.
Sedangkan menurut tipologinya mahasiswa yang ditinjau dari perilaku-; pertama, mahasiswa hedonis yaitu mahasiswa yang berbudaya hura-hura dan cenderung berfikir terbelakang karena mahasiswa tersebut dilatarbelakangi dengan ekonomi yang mapan.
Kedua, mahasiswa normative-akademis. Yaitu mahasiswa yang dalam kesehariannya hanya kuliah dan selalu mengejar nilai akademik. Mahasiswa yang seperti ini biasanya sulit bergaul dengan lingkungan dan sosial. Kondisinya terbentuk dali logika positivistik.
Ketiga, mahasiswa kritis. Yaitu individu atau mahasiswa yang selalu berfikir kedepan terhadap kondisi sosial-global. Ia selalu merasa tidak puas serta selalu “gelisah” dengan ketimpangan sosial. Model mahasiswa yang demikian cenderung terbuka, kreatif dan mudah bergaul serta memiliki visi perubahan yang besar untuk kemajuan dan kesejahteraan.
Ada apa dengan sejarah Mahasiswa?
Dalam kilasan sejarah, Indonesia mencatat perjuangan mahasiswa dan pemuda dalam memainkan peran memperjuangkan nasib rakyat dan bangsa, sebelum masa  kemerdekaan sampai era reformasi.
Gerakan ini diawali para tahun 1908, tepatnya Mei 20. Manifestasi  gerakan nasionalisme yang dipelopori oleh dr. Soetomo dan dr. Wahidin Sudiro Husodo dalam sebuah organisasi bernama Boedi Oetomo yang kemudian disinyalir menjadi pelopor kebangkitan pemuda bangsa. Gerakan ini adalah refleksi sikap kritis dan keresahan intelektual terlepas dari primordialisme Jawa yang ditampilkannya. Dilanjut pada 28 Oktober 1928 para pemuda dan mahasiswa melakukan ikrar untuk mempersatukan bangsa dengan slogan sumpah pemuda.
Pada masa kemerdekaan Indonesia, yang diresmikn pada 17 Agustus 1945, kita kenal dengan hari proklamasi kemerdekaan Indonesia dan mengangkat Ir. H. Soekarno sebagai presiden pertama RI. Sebelum prosesi proklamasi tersebut, kejadian penculikan yang dilakukan oleh pemuda (mahasiswa) karena belum adanya keputusan dari jepang. Artinya, jika tidak adanya rekayasa rengas dengklok yang dilakukan oleh mahasiswa, maka proklamasi tidak akan terjadi pada saat itu (baca: 17-08-1945).
Dalam proses pengembangan pemerintahan dan pembangunan kesejahteraan sosial, masa kepemimpinan soekarno, masih banyak kekurangan. Diantaranya adalah dibidang ekonomi-politik yang menjadi titik berat program pemerintah. Hal ini menjadi fokus utama pengamatan mahasiswa pada saat itu. Angkatan ’66 yang terkenal dengan Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) yang mempelopori tentang persoalan tersebut serta menjadi awal kebangkitan gerakan mahasiswa secara nasional, sementara sebelumnya gerakan-gerakan mahasiswa masih bersifat kedaerahan, dampak dari gerakan ini kemudian muncullah tritura[2] (tiga tuntutan rakyat) yang kemudian berbuntut pada lengsernya kekuasaan Soeakarno.
Kemudian, setelah pergantian rezim dari Soekarno (baca: Orla) pada rezim berikutnya, Soeharto (baca: Orba), banyak sekali gerakana-gerakan yang dilakukan oleh mahasiswa untuk menentang kebijakan pemerintah yang tidak sesuai dengan keadilan, kebenaran, dan kejujuran. Peristiwa Malari yang terjadi pada tahun 1974, sehingga mahasiswa dilarang ikut andil dalam percaturan politik praktis di dalam kampus. Gerakan mahasiswa masa ini sampai pada titik puncak Mei 1998 dengan adanya tragedi semanggi dan lainnya yang kemudian pada berakhirnya orde baru, rezim Soeharto.
Era reformasi sampai sekarang masih terus bergaung dimana mahasiswa terus melakukan peran dan tugasnya mengemban amanat rakyat. Adanya pergantian kepemimpinan sekaligus mengubah pola dan tatanan pemerintahan dan mahasiswa selalu memantau kegiatan pemerintah dan menindak setiap kebijakan yang merugikan rakyat.
1998, adalah situasi dimana Indonesia menjadi negara demokrasi. Kran-kran politik dan demokrasi terus terbukadan mengalir deras.lebih elegan dan egaliter bagi bangsanya. Lantas bagaimana kemudian?
Peran dan Visi Kerakyatan; Menuai Tanggungjawab Kemanusiaan
Dalam posisi kran terbuka sebagai dampak dari reformasi 1998, mahasiswa sebagai penerus keberlanjutan bangsa dan budaya yang adiluhung –dalam hal ini penulis sebut dengan Guardian of Value- sesuai dengan cita-cita kemerdekaan memiliki tugas berat. Diakui atau tidak, “pekerjaan rumah” mahasiswa pasca reformasi masih banyak dan berat. Pasalnya, gerakan yang dilakukan pada 1998 adalah gerakan penumbangan rezim ketidak-adilan dan ketidakjujuran. Namun, pembangunan system pasca itu belum terfikirkan secara tuntas oleh mahasiswa dikala itu.
Sekali lagi, dalam perjalanan sejarah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), mahasiswa selalu menjadi “pemeran utama”. Artinya, urgensi atau peranan mahasiswa dalam mewujudkan Negara Kesatuan tidak bisa dihapuskan begitu saja. Termasuk juga dalam peranan mempertahankan keseimbangan atas gejolak yang ada. Mahasiswa selalu menjadi “pemeran utama” dalam gerakan perubahan di Indonesia, pasca Orde Baru.
Seiring dengan berjalannya waktu, sebagai Negara yang memiliki system baru, Indonesia tidak pernah lepas dari konstelasi dunia (global). Dalam sejarah Indonesia, banyak bukti yang menunjukkan bahwa Indonesia sering dikendalikan oleh wacana “asing” yang (terkadang) berwatak imperialistik. Bangsa Indonesia sering dijejali dan atau terpukau dengan wacana dari “luar” yang (lagi-lagi terkadang) membuat Indonesia masuk dalam lingkaran hegemoni. Lebih lanjut lagi, persoalan ini memang bukan sekedar dikotomi antara “Barat” dan “Timur”, yang berwatak dangkal dan picik. Akan tetapi, adalah persoalan bahwa wacana tersebut yang (kebetulan) berasal dari “Barat” itu sering berefek menjajah atau menelikung. Indonesia lantas tidak sekedar masuk dalam lingkaran wacana (Barat) yang menggerus dirinya. Akan tetapi, juga masuk dalam cengkraman imperialisme global yang sangat hegemonik. Indonesia dijajah dan dikendalikan, misalnya dari aspek sosial, politik, ekonomi, ideologi, kebudayaan dan seterusnya.
Kembali pada pokok persoalan, posisi dan peran apa dan yang mana dari mahasiswa dan pemuda yang harus didekonstruksi.  Posisi yang dimainkan oleh orang muda dan mahasiswa dapat berarti negatif, semisal menjadi pelayan penguasa, broker politik, pragmatis,  organisasi “dijual” demi sejumlah uang tertentu. Demikian juga dengan peran mahasiswa dapat juga bermakna negatif. Mahasiswa yang “membisu” dengan masalah Aids, pemiskinan, penindasan, dan lainnya sekitar lingkungannya adalah mahasiswa yang berperan melanggengkan masalah sosial tersebut menggurita.
Posisi Mahasiswa tidak harus berada di depan perjuangan warga masyarakat, posisi mahasiswa adalah posisi yang sederajat atau yang disebut “egalitarian”, acapkali ini kurang disadari mahasiswa, lantaran bersemangat, maunya selalu di depan. Tidak.
Habermas mengatakan “Ketika menginginkan wujud nyata kepedulian ilmu pengetahuan terhadap kemasyarakatan jika pada masa klasik dan modern ilmu pengetahuan diharuskan bebas dari kepentingan maka sudah saatnya ilmu pengetahuan berpihak pada kemanusiaan.”
Dalam memainkan peran yang demikian itu, motivasi gerakan mahasiswa (seharusnya) mengacu pada panggilan nurani atas kepeduliannya yang mendalam terhadap lingkungannya serta agar dapat berbuat lebih banyak lagi bagi perbaikan kualitas hidup bangsanya.
Dengan demikian, segala ragam bentuk perlawanan yang dilakukan oleh gerakan mahasiswa lebih merupakan dalam kerangka melakukan koreksi atau kontrol atas perilaku-perilaku politik penguasa yang dirasakan telah mengalami distorsi dan jauh dari komitmen awalnya dalam melakukan serangkaian perbaikan bagi kesejahteraan hidup rakyatnya. Oleh sebab itu, peranannya menjadi begitu penting dan berarti tatkala berada di tengah masyarakat. Karena begitu berartinya, sejarah perjalanan sebuah bangsa pada kebanyakan negara di dunia telah mencatat bahwa social change (perubahan sosial) yang terjadi hampir sebagian besar dipicu dan dipelopori oleh adanya perlawanan mahasiswa.
Maka dari itu, sebagai mahasiswa yang memilih untuk memiliki “nilai plus” katakanlah dengan teriakan lantang. “Saya adalah anak bangsa. Kejujuran, Tanpa penindasan, dan keadilan adalah jalan surga.” Wallahu a’lam.



[1] Pemuda Desa Selok Anyar dan Santri Sarifuddin Wonorejo Lumajang
[2] Adapun isi Tritura tersebut adalah, 1) Turunkan harga sembako; 2) bubarkan PKI; 3) Perombakan Kabinet Dwi Kora.

Kamis, 13 September 2012

SYI’AH DAN (INKLUSIVISME) PMII; Sebuah Catatan

Oleh: Abdur Rahim Idung*

Prakata
Kasus penyerangan terhadap warga Syi’ah di Sampang Madura menuai pro dan kontra. Banyak ormas dan organisasi kemahasiswaan mengecam tindak kekerasan tersebut. Tindakan yang dianggap melanggar HAM, tidak berprikemanusiaan, dan lain sebagainya. Disamping juga dukungan terhadap tindak tersebut melalui forum diskusi atau halaqoh-halaqoh oleh kalangan tertentu.
Terlepas dari issu yang “cenderung” dibuat-buat oleh kelompok yang berkepentingan. Dimanakah posisi PMII? Sebagai entitas intelektual yang berlandaskan faham Ahlussunnah Wal-Jama’ah dan semangat keadilan, kemanusiaan, solidaritas yang tinggi, PMII perlu memposisikan diri sebagai bagian dari proses itu. Maka, keberadaan PMII tidak hanya sebagai counter discours (wacana tandingan). Lantas, seperti apa seharusnya sikap PMII dalam ketatnya dialektika keagamaan yang terjadi? Serta bagaimana PMII menyo’al tragedi Sampang?
Apa itu Syi’ah? serta perbedaan dengan Sunni.
Secara sederhana, Syi’ah adalah pengikut amirul mukminin Ali bin Abi Thalib AS atas dasar mencintai dan meyakini kepemimpinannya sesudah wafatnya Rasulullah SAW tanpa terputus (oleh orang lain). Tidak mengakui kepemimpinan orang sebelum Sahabat Ali bin Abi Thalib sebagai pewaris kedudukan khalifah dan hanya meyakini Ali sebagai pemimpin, bukan mengikuti salah satu dari orang-orang sebelumnya (Abu Bakar, Umar dan Utsman). Namun, kemunculan kelompok (baca: firqoh) ini awali dengan kejadian tahkim antara Sahabat Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah bin Abi Sufyan dan memuncak pasca terbunuhnya Husein bin Ali di Karbala.
Dalam ajaran Syi’ah, pemimpin (imamah) berjumlah 12 (dua belas) yang wajib diimani dan dipatuhi. Mereka adalah Ali bin Abi Tholib, Hasan bin Ali al-Zaky, Husein bin Ali al-Syahid, Ali bin Husein ZainalAbidin, Muhammad bin Ali al-Baqir, Ja’far bin Muhammad al-Shodiq, Musa bin Ja’far al-Kadzim, Ali bin Musa al-Ridho, Muhammad bin Ali al-Jawwad, Ali bin Muhammad al-Hadi, Hasan bin Ali al-‘Askari, dan Muhammad bin Hasan al-Mahdi (Imam al-Mahdi).
Syi’ah terpecah menjadi beberapa madzahib (baca: kelompok atau alairan), yaitu, Syi’ah Zaidiyah, Syi’ah Ismailiyah dan Syi’ah Imamiah Itsna ‘Asyariyah.
Kaitannya dengan Ahlussunnah Wal-Jama’ah memang ada perbedaan mendasar. Dari rukun-rukun Islam misalnya, bagi Syi’ah, rukun Islam yang diyakini adalah sholat, zakat, puasa, haji, wilayah, yaitu pengakuan kepemimpinan (khalifah) Sahabat Ali bin Abi Tholib serta anak cucunya. Sedangkan dalam rukun iman ada lima, yaitu al-Tauhid, al-Nubuwwah, al-Imamah, al-’Adlu (Keadilan), al-Ma’aad (akhirat). Selain itu, perbedaan mendasar (meyakini) pada teks al-Qur’an dan hadits. Bagi Syi’ah, terdapat nash Al-Qur’an dan hadits yang sudah tidak otentik lagi karena perubahan-perubahan yang dilakukan oleh golongan pro khalifah sebelum Ali. Sementara kaum Ahlussunnah Wal-Jama’ah meyakini bahwa nash Al-Qur’an terjaga otentitasnya, pun demikian denga hadits.
Perbedaan antara Ahlussunnah Wal-Jama’ah (baca: PMII) dan Syi’ah sudah jelas, yaitu teologis. Tidak hanya itu, Mbah Hasyim Asy’ari menyebutkan bahwa madzhab yang menjadi landasan pijak kaum Syi’ah adalah Bid’ah. secara subtantif teologis, tidak ada keterkaitan antara keduanya. Namun, demikian, dari aspek kemanusiaan dan hokum, antara keduanya adalah sama.
Nilai-nilai yang diperjuangkan dan dijunjung tinggi oleh PMII, sesuai dengan Nilai Dasar Pergerakan, adalah hablun min an-nas (relasi humanistik) atau yang disebut dengan ukhuwah insaniyah.
PMII, Menyo’al Kasus Sampang
Sebagai kaum yang egaliter dan tidak konservatif, PMII meyakini bahwa hakikat kemanusiaan tidak hanya diukur dari segi keyakinan teologis an sich. Hak hidup menjadi persoalan yang selalu harus diperjuangkan oleh sesama umat manusia, terlebih sesama muslim. Perbedaan teologis atau keyakinan tidak menjadi jarak dalam berintraksi.
Islam adalah agama universal yang mengajarkan keadilan bagi semua manusia tanpa pandang bulu. Sebagai agama kemanusiaan, Islam meletakkan manusia pada posisi yang sangat mulia. Manusia digambarkan oleh Al-Qur’an sebagai makhluk yang paling sempurna dan harus dimuliakan. Bersandar dari pandangan kitab suci ini, perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia dalam Islam tidak lain merupakan tuntutan dari ajaran Islam yang wajib dilaksanakan oleh setiap pemeluknya.
Sedangkan hak manusia, seperti hak kepemilikan, setiap manusia berhak untuk mengelola harta yang dimilikinya. Namun demikian, Islam menekankan bahwa pada setiap hak manusia terdapat hak Allah; meskipun seseorang berhak memanfaatkan hartanya, tetapi ia tidak boleh menggunakan harta keluarganya untuk tujuan yang bertentangan dengan ajaran Allah. Keadilan sebagai inti ajaran Islam menekankan bahwa hak kepemilikan harus memiliki nilai sosial.
Keyakinan yang kita pahami kemudian semestinya bukan hanya sebagai sarana beragama untuk menghadap Tuhan di tempat beribadah, tapi juga sebagai sarana ‘menghadap’ kepada-Nya di mana saja, berupa amalan nyata  untuk mengatasi problem sosial kemanusiaan. Oleh karena itu, sungguh bukan tindakan yang simpati apabila seseorang ataupun lembaga dengan gampang mentakfirkan tindakan ataupun pemikiran kelompok atau individu lain.
Dalam konteks kebangsaan, ijtihad PMII dalam memperjuangkan cita-cita kemerdekaan dan pancasila diwujudkan dalam membela keadilan dan kebenaran terhadap siapa saja dengan semangat tasamuh (toleran), tawassuth (moderat), tawazun (seimbang) dan ta’adul (tegak lurus). Kehadiran PMII juga (akan) menjadi problem solver atas konservatisme kelompok tertentu. Bukan berarti PMII hadir dengan wajah libarilisme, akan tetapi, hadir dengan membawa Islam Inklusif dan akomodatif terhadap seksama.
Tragedi penyerangan kelompok Syi’ah di Sampang seharusnya menjadi pelajaran berharga bagi bangsa Indonesia. Bahwa, hakikat dan hak untuk hidup sangat penting dan berharga. Tindakan saling kecam tidak akan membantu Negara dalam menyelesaikan persoalan bangsa. Maka, segala tindakan penistaan agama tidaklah patut dan perlu untuk ditindaklanjuti secara hukum. Wallahu a’lamu bissowab.

Senin, 10 September 2012

Al-Jahiz, Intelektual Muslim Banyak Karya

Al Jahiz ( الجاحظ), nama aslinya Abu Amr Usman bin Bahr al-Kinani al-Fuqaimi al-Bashri,  adalah seorang ilmuwan terkenal  keturunan Arab Negro dari Timur Afrika, dilahirkan pada lahir di Basra, c. 781 - 868 Desember atau Januari 869 M. Kakek beliau adalah seorang seorang budak  Negro (Zanj). Al Jahiz dikenal sebagai penulis untuk : 

  • Prosa Arab
  • Sastra Arab
  • Biologi, 
  • Zoologi, 
  • Sejarah, 
  • Filsafat Islam awal, 
  • Psikologi Islam, 
  • Teologi (ajaran) Mu'tazilah dan 
  • Polemik dalam politik-agama.

Kehidupan awal Al Jahiz tidaklah banyak yang diketahui selain daripada informasi mengenai keluarganya yang sangat miskin. Al Jahiz pada awalnya dipekerjakan untuk menjual ikan di sepanjang salah satu kanal air di Basra untuk membantu keluarganya. Namun, meskipun keuangan keluarganya sulit tidak menghentikan semangat Al Jahiz untuk mencari pengetahuan sejak masa mudanya. Cara yang digunakannya untuk mencari Ilmu Pengetahuan diantaranya dengan rajin berkumpul dengan sekelompok pemuda di masjid utama Basra yang biasa mendiskusikan berbagai subyek ilmu pengetahuan. Dia juga rajin mengikuti berbagai kuliah yang dilakukan dari para ahli filologi, leksikografi, dan puisi.
Selama rentang dua puluh lima tahun melanjutkan studinya, Al Jahiz telah memperoleh pengetahuan besar tentang puisi Arab, Filologi Arab, sejarah Arab dan Persia sebelum Islam, dan ia mempelajari Alquran dan Hadis. Ia juga membaca buku-buku diterjemahkan dari para filsafat Yunani dan Helenistik, khususnya Aristoteles. Salah satu keberuntungan Al Jahiz dalam mencari ilmu ialah karena dizaman itu, Khalifah Abbasiyah sedang dalam fase kebangkitan budaya dan revolusi Intelektualitas, sehingga pendidikannya sangat difasilitasidiantaranya dengan banyaknya buku yang tersedia, sehingga belajar segala hal semakin mudah dilakukan.

Karir Al Jahiz

Di Basra, Al-Jahiz menulis artikel tentang institusi kekhalifahan. Hal ini kemudian menjadi awal karirnya sebagai penulis, yang akan menjadi satu-satunya sumber hidupnya. Dikatakan bahwa ibunya pernah menawarkan sebuah nampan penuh dengan buku catatan dan mengatakan kepadanya bahwa ia akan mencari nafkah dari menulis. Sejak itu, ia telah menulis dua ratus buku sepanjang hidupnya yang membahas berbagai subyek termasuk tata bahasa Arab, zoologi, puisi, leksikografi, dan retorika. Dia menulis sejumlah buku luar biasa, yang dapat bertahan tiga puluh bertahan (ditinjau dari teknologi penulisan dizaman itu, hal ini merupakan sesuatu yang sangat fantastis dizamannya).
Pada tahun 816 M, Al Jahiz pindah ke Baghdad yang dikala itu merupakan ibukota kekhalifahan Islam Arab. hal ini awalnya didasarkan atas kebijaksanaan Khalifah Abbasiyah yang mengumpulkan para ilmuwan dengan mendirikan Rumah Kebijaksanaan sebagai pusat penelitian. Setelah ke Baghdad, bAl Jahiz kemudian pindah ke Samara dengan tujuan untuk mendapatkan pembaca yang lebih banyak dan agar dapat lebih mengembangkan dirinya. Di Kota inilah sejumlah besar buku-bukunya ditulis. Dikatakan bahwa Khalifah al-Ma'mun pernah meminta  Al Jahiz untuk mengajar anak-anaknya, tapi kemudian beliau berubah pikiran ketika anak-anaknya takut akan kerusakan yang terjadi pada matanya (جاحظ العينين), dikatakan peristiwa inilah yang melatarbelakangi nama  julukannya.

Karya - karya Al Jahiz


Kitab al-Hayawan (Buku tentang Hewan)
Salah satu Ilustrasi dalam Kitab Al Hayawan
Salah satu lembaran Manuskrip Al Hayawan yang tersimpan di Biblioteca Ambrosiana, Milan
Kitab al-Hayawan adalah sebuah ensiklopedia dari tujuh volume dari tulisan bebas, penjelasan puitis dan peribahasa menggambarkan lebih dari 350 jenis binatang. Hal ini dianggap sebagai karya paling penting Al Jahiz.
Dalam Kitab Al Hayawan, al-Jahiz adalah orang pertama yang mengeluarkan ide bahwa habitat hewan mempengaruhi kehidupan dan bentuknya, yang mana dikemudian hari hal ini menjadi teori dasar dari pembentukan Teori Evolusi Darwin 9dan merupakan hal yang tidak dapat dijawab oleh Charles Darwin). Al-Jahiz menganggap bahwa dampak lingkungan berpengaruh terhadap kemungkinan seekor binatang untuk bertahan hidup, dan  hal pertama yang dilakukan ialah menggambarkan perjuangan untuk keeksistensiannya dari keberlangsungan seleksi alam semenjak nenek moyang hewan tersebut.Kesimpulan dari teori Al Jahiz tentang perjuangan untuk eksistensi dalam Kitab Al Hayawan telah diringkas sebagai berikut:
"Hewan harus berjuang untuk eksistensinya (jenisnya), untuk sumber daya yang tersisa, untuk menghindari dimakan dan untuk berkembang biak. Faktor lingkungan turut mempengaruhi suatu organisme untuk mengembangkan karakteristik baru untuk memastikan kelangsungan hidup jenisnya akan berubah menjadi spesiaes yang baru. Hewan yang bertahan akan berkembang biak dan mewariskan karakteristik (hasil perjuangan) mereka kepada keturunan. " (Gary Dargan, Intelligent Design, Encounter, ABC)
Al-Jahiz juga yang pertama untuk membahas tentang rantai makanan, dan menulis contoh berikut dari rantai makanan: (Frank N. Egerton, "Sejarah dari Ilmu Ekologi, Bagian 6: Ilmu Bahasa Arab - Asal-Usul dan" Zoologi, Buletin Ecological Society of America, 2002 April: 142-146 [143] )
"Nyamuk akan pergi mencari  makanan mereka, yang mereka tahu secara naluri alamiah (insting) bahwa darah adalah hal yang membuat mereka tetap hidup. Begitu mereka melihat gajah, kuda nil atau hewan lain, mereka tahu bahwa kulit telah dibentuk untuk melayani mereka sebagai makanan, dan jatuh di atasnya, mereka menusukan giginya sampai dia yakin bahwa kedalamannya telah cukup untuk menghisap darah. Begitu juga lalat, walaupun mereka hinggap pada berbagai jenis makanan, namaun pada prinsipnya melakukan hal yang sama dengan nyamuk. Dan pada kesimpulannya, semua hewan tidak bisa bertahan tanpa makanan, ada yang dengan  berburu hewan dan ada yang diburu. "
Pada abad ke-11, al-Khatib al-Baghdadi menuduh Al-Jahiz telah menjiplak beberapa bagian dari Kitab Hewan karya Aristoteles, (Peters, F. E., Aristotle and the Arabs: The Aristotelian Tradition in Islam , New York University Press, NY, 1968.) tapi para ahli modern telah menemukan bahwa pengaruh Aristoteles sedikit sekali dalam hasil karya Al Jahiz (al-Baghdadi mungkin tidak begitu memahami dengan karya Aristoteles secara mmendalam) pada subjek. (Aristotle and the Arabs: The Aristotelian Tradition in Islam by FE Peters", Bulletin of the School of Oriental and African Studies, University of London 34 (1), p.). Secara khusus, bahkan dikatakan bahwa Aristoteles tidak memilki pengaruh apapun dalam teori yang dikemukan Al Jahiz Ide mengenai seleksi alam, determinisme lingkungan dan rantai makanan.
Kitab al-Bukhala (Kitab Misers atau keserakahan & ketamakan)
Kumpulan cerita tentang serakah. Humoris dan menyindir, itu adalah contoh terbaik dari gaya prosa Al-Jahiz '. Kitab ini mencerminkan penelitian mendalam dari seorang manusia psikolog. Jahiz menertawakan guru-guru sekolah, pengemis, penyanyi dan ahli-ahli Taurat untuk perilaku serakah mereka. Banyak cerita dari buku ini yang terus dicetak ulang dalam majalah di seluruh dunia yang berbahasa Arab. Buku ini dianggap sebagai salah satu karya terbaik Al Jahiz.
Kitab al-Bayan wa al-Tabyin  (Buku kefasihan dan Penjelasan)
Al Jahiz dianggap sebagai salah satu penulis yang paling terkenal sepanjang masa, karena ia diyakini telah menulis selama hidupnya sekitar 360 buku, dari seluruh lapisan pengetahuan dan hikmat waktunya, al bayan wa tabyeen yang secara harfiah berarti Fasih dan Penjelasan, adalah salah satu karya terakhirnya, di mana ia mendekati berbagai mata pelajaran, seperti pengalaman luar biasa, pidato retoris, pemimpin sektarian, pangeran, serta memberikan perlakuan sinis dan gila dari orang bodoh. Hal ini juga melahirkan sebuah buku di mana ia menyatukan keterampilan dan kefasihan bahasanya , seni keheningan dan seni puisi.
Buku ini dianggap salah satu karya teori sastra dan kritik sastra bahasa Arab paling awal dalam. ( van Gelder, G. J. H. (1982), Beyond the Line: Classical Arabic Literary Critics on the Coherence and Unity of the Poem , Brill Publishers , pp. 1-2, ISBN 9004068546)
Kitab al Jawari wal Moufakharat Ghilman (Kitab puji-pujian dari selir dan kasim)
Dalam bahasa Arab kata jawari adalah jamak dari jariya, berarti seorang hamba perempuan, yang dalam bahasa kita hari ini dikenal dipanggil "selir". Ada dua jenis hamba perempuan: jariya - salah satu yang mengelola rumah tangga dan menjalankan tugas sehari-hari, adalah tipe pertama. Tipe kedua dulu disebut qina (juga dieja qaena). Mereka adalah jariya yang memiliki kemampuan untuk bernyanyi, yang menempatkan dirinya di atas jariya biasa. Seringkali, gadis budak jenis itu mendapatkan banyak uang dan bermetafora menjadi putri-putri mewah dan pedagang kaya. Kata lain dalam judul, ghilman, adalah jamak dari ghoulam kata yang mungkin diterjemahkan kasim, castrato, atau pelayan pria. Bagi kebanyakan ahli kitab puji-pujian pada selir dan kasim adalah buku nakal dari sensualitas, dalam buku ini Al Jahiz menceritakan kita dengan cerita-cerita yang bersifat erotis yang berhubungan dengan persepsi seksualitas pada masanya.
Mufakharat Risalat al-sudan 'ala al-bidan (Keunggulan Si Hitam dari Si Putih)
Al-Jahiz menulis sebagai berikut pada orang kulit hitam:
"Kami (dalam cerita ini ialah Etiopia) telah menaklukkan negeri orang Arab sejauh Mekah dan memerintah mereka yang telah dikalahkan. Kami mengalahkan Dzhu Nowas (Seorang Raja Yahudi Yaman) dan membunuh semua Keluarga Kerajaan, tetapi Anda, Si Putih, tidak pernah menaklukkan negeri kami. Suku kami, Zenghs (Negro dari Pantai Timur Afrika) memberontak empat puluh kali di Eufrat, mendorong penduduk dari rumah mereka dan membuat Oballah mandi darah penting. Si Hitam kuat secara fisik tidak dan tidak ada suku lain yang mengalahkannya. Seorang Hitam bisa mengangkat batu berat dan membawa beban yang lebih besar daripada yang dapat dilakukan oleh beberapa orang Si Putih. Mereka berani, kuat, dan berbagai generasi telah menjadi saksi akan kehebatan  dan  kurangnya kelemahan mereka. Si Hitam berkata kepada orang Arab, 'Sebuah tanda kebiadaban Anda adalah bahwa ketika Anda kafir Anda menganggap kami sama dengan perempuan ras Anda. Setelah menganut Islam, Anda pikir kebalikannya. Meskipun ini segerombolan padang pasir dengan jumlah laki-laki kami yang menikah dengan wanita Anda dan yang menjadi pemimpin dan membela Anda melawan musuh Anda '".( Yosef AA Ben-Jochannan (1991), African Origins of Major Western Religions , p. 231, 238)
The Essays
Dalam risalah-Nya itu Essay, dia menulis sebuah bab berjudul "Pada" Zanj, di mana Zanj berarti orang kulit hitam, yang ia memuji dan menggunakan determinisme lingkungan untuk menjelaskan mengapa mereka hitam:[17]
"Semua orang setuju bahwa tidak ada orang di bumi yang kemurahan hati adalah sebagai universal juga dikembangkan sebagai Zanj. Orang-orang ini memiliki bakat alami untuk menari mengikuti irama rebana, tanpa perlu mempelajarinya. Tidak ada penyanyi yang lebih baik di mana saja di dunia, tidak ada orang yang lebih halus dan fasih, dan tidak ada orang yang kurang diberikan kepada bahasa menghina ketangguhan. lainnya No bangsa dapat melampaui tubuh mereka dalam kekuatan fisik dan. Salah satu dari mereka akan mengangkat blok besar dan membawa beban berat yang akan melebihi kekuatan Badui sebagian besar atau anggota ras lain.. Mereka berani, energik, dan murah hati, yang merupakan kebajikan bangsawan, dan juga baik-marah dan kecil dengan kecenderungan untuk jahat Mereka selalu ceria, tersenyum, dan tanpa niat jahat, yang tanda karakter yang mulia. "
"Para Zanj mengatakan bahwa Tuhan tidak membuat mereka hitam untuk menjelekkan mereka, melainkan mereka adalah lingkungan yang membuat mereka begitu. Bukti terbaik dari hal ini adalah bahwa ada di antara suku-suku Arab hitam, seperti Bani Sulaim bin Manshur, dan bahwa semua bangsa menetap di Harra, selain Bani Sulaim berwarna hitam. Ini suku mengambil budak dari antara mereka pikiran Ashban untuk ternak dan irigasi untuk pekerjaan manual, tenaga kerja, domestik dan pelayanan, dan istri dari antara Bizantium; dan namun memakan waktu kurang dari tiga generasi untuk Harra untuk memberi mereka semua kulit dari Bani Sulaim. Harra ini adalah seperti bahwa rusa, burung unta, serangga, serigala, rubah, domba, keledai, kuda dan burung yang tinggal di sana semua hitam dan. Putih hitam adalah hasil dari lingkungan, sifat alami dari air dan tanah, jarak dari matahari, dan intensitas panas. Tidak ada pertanyaan tentang metamorfosis, atau hukuman, pengrusakan atau mendukung dijatuhkan oleh Allah,. Selain tanah dari Bani Sulaim memiliki banyak kesamaan dengan negeri Turki, di mana unta, kuda beban, dan segala sesuatu milik orang-orang ini sangat mirip: segala sesuatu dari mereka memiliki tampilan Turki. "
Karya lain
Karya paling awal pada psikologi sosial dan psikologi hewan ditulis oleh al-Jahiz, yang menulis sejumlah karya berurusan dengan organisasi sosial dari semut dan dengan binatang komunikasi dan psikologi.(Amber Haque (2004), "Psikologi dari Perspektif Islam: Kontribusi Awal Cendekiawan Muslim dan Tantangan ke Psikolog Muslim Kontemporer", Jurnal Agama dan Kesehatan 43 (4): 357-377 [376])
Wafatnya Al Jahiz
Al-Jahiz kembali ke Basra setelah menghabiskan lebih dari lima puluh tahun di Baghdad. Dia meninggal di Basra pada 869 AD. Penyebab pasti kematian-Nya tidak jelas, tetapi kisah populer adalah bahwa sebuah kecelakaan, di mana tumpukan buku-buku di  perpustakaanpribadinya, terguling dan menghimpitnya dia dan menyebabkan kematiannya. Ia meninggal pada usia 93. Versi lain mengatakan bahwa ia menderita sakit dan meninggal pada bulan Muharram (Al-Jahiz: INTRODUCTION." Classical and Medieval Literature Criticism . Ed. Daniel G. Marowski. Vol. 25. Gale Group, Inc., 1998. eNotes.com. 2006. 13 Sep, 2007)

Senin, 13 Agustus 2012

SYI’ IR TANPO WATON “GUS DUR”



أَسْتَغْفِرُ اللهْ رَبَّ الْبَرَايَا     *    أَسْتَغْفِرُ اللهْ مِنَ الْخَطَايَا
رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا نَافِعَا     *       وَوَفِّقْنِي عَمَلاً صَالِحَا
ياَ رَسُولَ اللهْ سَلاَمٌ عَلَيْكْ      *    يَا رَفِيْعَ الشَّانِ وَ الدَّرَجِ
عَطْفَةً يَّاجِيْرَةَ الْعَالَمِ      *      يَا أُهَيْلَ الْجُودِ وَالْكَرَمِ

Ngawiti ingsun nglaras syi’iran …. (aku memulai menembangkan syi’ir) 
Kelawan muji maring Pengeran …. (dengan memuji kepada Tuhan)

Kang paring rohmat lan kenikmatan …. (yang memberi rahmat dan kenikmatan)

Rino wengine tanpo pitungan 2X …. (siang dan malamnya tanpa terhitung)
Duh bolo konco priyo wanito …. (wahai para teman pria dan wanita)

Ojo mung ngaji syareat bloko …. (jangan hanya belajar syari’at saja)

Gur pinter ndongeng nulis lan moco … (hanya pandai bicara, menulis dan membaca)

Tembe mburine bakal sengsoro 2X …. (esok hari bakal sengsara)
Akeh kang apal Qur’an Haditse …. (banyak yang hafal Qur’an dan Haditsnya)

Seneng ngafirke marang liyane …. (senang mengkafirkan kepada orang lain)

Kafire dewe dak digatekke …. (kafirnya sendiri tak dihiraukan)

Yen isih kotor ati akale 2X …. (jika masih kotor hati dan akalnya)


Gampang kabujuk nafsu angkoro …. (gampang terbujuk nafsu angkara)

Ing pepaese gebyare ndunyo …. (dalam hiasan gemerlapnya dunia)

Iri lan meri sugihe tonggo … (iri dan dengki kekayaan tetangga)

Mulo atine peteng lan nisto 2X … (maka hatinya gelap dan nista)
Ayo sedulur jo nglaleake …. (ayo saudara jangan melupakan)

Wajibe ngaji sak pranatane … (wajibnya mengkaji lengkap dengan aturannya)

Nggo ngandelake iman tauhide … (untuk mempertebal iman tauhidnya)

Baguse sangu mulyo matine 2X …. (bagusnya bekal mulia matinya)
Kang aran sholeh bagus atine …. (Yang disebut sholeh adalah bagus hatinya)

Kerono mapan seri ngelmune … (karena mapan lengkap ilmunya)

Laku thoriqot lan ma’rifate …. (menjalankan tarekat dan ma’rifatnya)

Ugo haqiqot manjing rasane 2 X … (juga hakikat meresap rasanya)
Al Qur’an qodim wahyu minulyo … (Al Qur’an qodim wahyu mulia)

Tanpo tinulis biso diwoco … (tanpa ditulis bisa dibaca)

Iku wejangan guru waskito … (itulah petuah guru mumpuni)

Den tancepake ing jero dodo 2X … (ditancapkan di dalam dada)
Kumantil ati lan pikiran … (menempel di hati dan pikiran)

Mrasuk ing badan kabeh jeroan …. (merasuk dalam badan dan seluruh hati)

Mu’jizat Rosul dadi pedoman …. (mukjizat Rosul(Al-Qur’an) jadi pedoman)

Minongko dalan manjinge iman 2 X … (sebagai sarana jalan masuknya iman)
Kelawan Alloh Kang Moho Suci … (Kepada Allah Yang Maha Suci)

Kudu rangkulan rino lan wengi ….. (harus mendekatkan diri siang dan malam)

Ditirakati diriyadohi … (diusahakan dengan sungguh-sungguh secara ihlas)

Dzikir lan suluk jo nganti lali 2X … (dzikir dan suluk jangan sampai lupa)
Uripe ayem rumongso aman … (hidupnya tentram merasa aman)

Dununge roso tondo yen iman … (mantabnya rasa tandanya beriman)

Sabar narimo najan pas-pasan … (sabar menerima meski hidupnya pas-pasan)

Kabeh tinakdir saking Pengeran 2X … (semua itu adalah takdir dari Tuhan)
Kelawan konco dulur lan tonggo … (terhadap teman, saudara dan tetangga)

Kang podho rukun ojo dursilo … (yang rukunlah jangan bertengkar)

Iku sunahe Rosul kang mulyo … (itu sunnahnya Rosul yang mulia)

Nabi Muhammad panutan kito 2x …. (Nabi Muhammad tauladan kita)
Ayo nglakoni sakabehane … (ayo jalani semuanya)

Alloh kang bakal ngangkat drajate … (Allah yang akan mengangkat derajatnya)

Senajan asor toto dhohire … (Walaupun rendah tampilan dhohirnya)

Ananging mulyo maqom drajate 2X … (namun mulia maqam derajatnya di sisi Allah)
Lamun palastro ing pungkasane … (ketika ajal telah datang di akhir hayatnya)

Ora kesasar roh lan sukmane … (tidak tersesat roh dan sukmanya)

Den gadang Alloh swargo manggone … (dirindukan Allah surga tempatnya)

Utuh mayite ugo ulese 2X … (utuh jasadnya juga kain kafannya)


ياَ رَسُولَ اللهْ سَلاَمٌ عَلَيْكْ       *          يَا رَفِيْعَ الشَّانِ وَ الدَّرَجِ
عَطْفَةً يَّاجِيْرَةَ الْعَالَمِ       *           يَا أُهَيْلَ الْجُودِ وَالْكَرَمِ

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites