Minggu, 12 Agustus 2012

Cinta; apa itu?*


Oleh Abdur Rahim**

 “Cinta adalah yang mendatangkan kebutaan dan ketulian, cinta membutakan segalanya kecuali yang dicintai”(Ibnu Abd Al-shamad)
“Cinta adalah lautan tak bertepi, laut hanyalah serpihan buih belaka” (Jalaluddin ar-Rumi)

Cinta dalam bahasa Arab disebut Al-Hubb atau Mahabbah yang berasal dari kalimat habba-hubban-hibban, yang berarti waddahu, yang mempunyai makna kasih atau mengasihi.[1] Ada juga yang mengatakan, “hubb” berakar dari kata “habab al-maa”, yaitu air bah yang besar. Cinta dinamakanmahabbah karena ia adalah kepedulian yang peling besar dari cita hati.
Cinta, sering pula dianggap bersal dari kata habb (biji-bijian) yang merupakan bentuk jama’ dari kata“habbat”. Dan habbat al-qulb adalah sesuatu yang menjadi penopangnya. Dengan demikian, cinta dinamakan hubb dikarenakan tersimpan dalam kalbu (hati).
Ada lagi yang menyebutkan kata hub berasal dari kata hibbah, yaitu berarti biji-bijian dari padang pasir. Cinta dengan akar kata ini dimaksudkan sebagai lubuk kehidupan, seperti hubb sebagai benih tumbuh-tumbuhan. Namun ada pula yang mengatakan, cinta berasal dari kata hibb, yaitu “tempat yang di dalamnya ada air, dan tatkala ia penuh, tidak ada lagi tempat bagi yang lainnya”. Demikian juga, tatkala hati diluapi rasa cinta, tak ada lagi tempat di hatinya selain ‘sang kekasih’.
Sedangkan Abu Yazid Al-Bisthami mengatakan bahwa “hakikat cinta itu adalah apabila telah terjadiittihad”. Cinta, membebaskan hal-hal sebesar apapun yang datang dari seseorang, dan membesar-besarkan hal yang kecil yang datang dari kekasih. Terkait dengan esensi cinta tersebut, al-Junaid kemudian menunjukkan betapa hati si pecinta direnggut oleh ingatan kepada ‘yang dicinta’ hingga tak satupun tertinggal selain ingatan akan sifat-sifatnya, bahkan lupa dan tak sadar akan sifat-sifatnya sendiri, ‘karena cinta’.[2]
Namun, hari ini cinta ‘terkadang’ membuat seseorang lupa segalanya, lupa hidupnya, lupa masa depannya, lupa ibunya, lupa bapaknya, bahkan lupa Tuhannya. Persoalan ini kemudian ‘merusak’ definisi dan subtansi sebuah makna dari cinta. Kenapa demikian?
Pergeseran makna ini tidak bisa lepas dari sebuah pandangan seseorang dalam melihat –bahkan menyikapi-  kehidupan. Modernisme, adalah awal dari segala pergeseran frame itu. Kecenderungan terhadap dunia materialistik-empirik yang kemudian disusul dengan positivistik menyebabkan seseorang (manusia) berperilaku pragmatis. Ditambah lagi dengan era pos-modernisme yang membawa manusia pada frame yang cenderung mengedepankan style dan ‘nafsu’ kemudian sikap hedanisme dan lain sebagainya.
Dalam konteks ‘cinta’, pergeseran frame ini nantinya tidak hanya mempengaruhi terhadap makna cinta, tetapi juga pada objek cinta, cara pandang ‘bercinta’ dan alasan mengapa ‘mencinta’.
Semoga dengan realita ‘cinta’ yang demikian, kita dapat terhindar dari ‘kecelakaan’ bercinta.


[1] Louis Ma’luf, al-Munjid fi al-Lughoh wa al-A’lam, (Beirut: Dar al-Masyriq, 1973)
[2] Cinta yang dimaksud oleh al-Bishtami (seharusnya) adalah cinta terhadap Tuhan.






* Catatan ini hanya sebuah pengantar tentang makna cinta, dan akan ada lanjutannya.insyaAllah.
** Ketua Komisariat PMII Sunan Ampel Malang dan Alumni Ponpes Syarifuddin Wonorejo Lumajang

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites